Memahami Gaya Komunikasi Laki Laki dan Perempuan

Perempuan dan laki-laki adalah dua makhluk berbeda jenis kelamin yang saling melengkapi. Keduanya sama-sama makhluk yang sempurna, laki-laki dengan kelelakiannya dan perempuan dengan keperempuanannya. Realitas yang tampak dari saling melengkapi keduanya ditunjukkan salah satunya dengan gaya komunikasi yang khas dari kedua jenis kelamin ini. Pada umumnya perempuan memiliki kemampuan komunikasi yang ekspresif dibandingkan dengan laki-laki. Coba perhatikan reaksi yang terjadi ketika ada perempuan dan laki-laki sama-sama mengalami kesedihan yang sangat dalam, perempuan akan mampu menangis tersedu sedan.

 

Ekspresi lain yang ditunjukkan perempuan, ia mampu berkomunikasi dengan hangat secara verbal maupun non verbal. Perempuan lebih mampu memberi banyak sentuhan kepada teman-teman perempuannya, misalnya bergandengan tangan di jalan atau menepuk lembut teman-temannya. Jarang ditemukan kasus laki-laki berasyik ria bergandengan tangan di jalan kecuali hanya kala perjumpaan awal sebagai tanda keakraban pertemanan itu pun hanya sesaat. Mungkin ada yang bergandengan tangan sesama pria, namun itu biasanya ada dalam kasus-kasus khusus.

 

Kebutuhan perempuan akan didengarkan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Karena itu ditemukan lebih banyak perempuan yang curhat dibandingkan dengan laki-laki. Ada seloroh yang mengatakan, kelemahan perempuan itu ada pada telinganya dan kelemahan laki-laki ada pada matanya. Dengan kata lain, perempuan lebih mudah jatuh cinta kepada laki-laki yang memiliki kemauan mendengarkan dengan sabar, namun ia lebih mudah terbujuk oleh “rayuan” laki-laki.

 

Sedangkan laki-laki mudah tergoda oleh rupa dan bentuk tubuh perempuan. Dengan setengah percaya, riset membuktikan penonton ratu kecantikan lebih diminati laki-laki dibandingkan dengan perempuan, demikian pula gambar-gambar perempuan sexy penikmatnya kebanyakan laki-laki. Sementara kebanyakan perempuan tidak terlalu meminati gambar-gambar pose menantang para lawan jenis.

 

Riset lainnya memperlihatkan sebuah temuan, bahwa laki-laki lebih memusatkan pada dimensi isi daripada pesan, sedangkan perempuan lebih memusatkan pada dimensi hubungan (DeVito, 1997:43).

 

Deborah Tannen mengatakan bahwa laki-laki berbicara untuk menjaga kemandirian dan status dalam tingkatan hirarki sosial sedangkan bagi perempuan percakapan adalah negosiasi untuk memperoleh kedekatan, mencari dukungan serta konfirmasi. Sebagai contoh, dalam percakapan dengan keluarga, tetangga atau kolega, perempuan lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbasa-basi dan menebar kehangatan komunikasi dibandingkan dengan laki-laki sebelum memasuki content percakapan.

 

Kehangatan komunikasi perempuan dan tekanan komunikasi dalam dimensi hubungan menjadikan perempuan mudah mencairkan suasana dan mudah membangun relasi-relasi sosial. Arisan RT/RW, Kelompok ibu-ibu pengajian merupakan contoh dari kebutuhan perempuan akan memupuk dimensi hubungan. Dalam dimensi hubungan ini, ada perasaan yang dikembangkan, ada emosi yang terlibat. Karena itu, pertengkaran yang menyangkut dimensi hubungan sulit dipecahkan karena content yang dipertengkarkan seringkali hanyalah soal perasaan. Sementara pertengkaran yang menyangkut dimensi isi lebih mudah diselesaikan. Namun umumnya kita sulit mengenali dan mau secara terbuka mengakui pertengkaran itu soal isi atau hubungan.

 

Gaya komunikasi antara perempuan dan laki-laki yang saling melengkapi dan saling menguatkan perilaku lain, masing-masing memiliki kelebihan. Komunikasi yang kaku yang umumnya dimiliki oleh kaum laki-laki memiliki keterbatasan terutama ketika mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh perhatian dan kasih sayang namun baik ketika memutuskan aturan dalam keluarga. Sedangkan komunikasi perempuan yang hangat, ekspresif mampu memupuk hubungan emosional memberikan rasa aman dan damai kedalam perasaan anak-anak yang sangat penting bagi tumbuh kembang jiwa anak.

 

Namun tulisan ini tidak bermaksud menggeneralisasi antara gaya  komunikasi perempuan dan laki-laki, hanya memperlihatkan gaya komunikasi secara umum yang boleh jadi muncul karena stereotype lalu menjadi stigma yang melekat pada perempuan maupun laki-laki.

 

sumber: group WA

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *